fbpx

Di SD Islam Bintang Juara, guru bukan hanya pengajar, tetapi juga pembelajar sejati. Semangat inilah yang kembali terasa hangat pada Selasa, 7 Oktober 2025, saat Komunitas Belajar (Kombel) Telaga Ilmu kembali digelar di Ruang Perpustakaan & Laboratorium Komputer SD Islam Bintang Juara.

Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber inspiratif:

  • Miss Nurul Azizah, S.Pd., wali kelas TK B dan guru Sentra Persiapan PAUD Islam Bintang Juara, serta
  • Bu Yayuk Fitriani, S.Pd., wali kelas 1A sekaligus Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum SD Islam Bintang Juara.

Keduanya membahas dua topik berbeda, namun saling berkaitan erat—tentang Disleksia dan Growth Mindset.

Sesi Pertama: Mengenal Disleksia Lebih Dekat

Kelas dimulai dengan paparan dari Miss Nurul, yang saat ini tengah menempuh pelatihan Indonesia Dyslexia Specialist (IDS) Teacher. Dengan penuh semangat, beliau mengajak rekan-rekan guru untuk memahami bahwa tidak semua anak yang lambat membaca atau menulis berarti tidak cerdas.

Disleksia bukan soal kecerdasan, tapi soal cara otak memproses bahasa,” tutur Miss Nurul.

Dalam penjelasannya, Miss Nurul membedakan dua jenis kesulitan belajar:

  • Kesulitan belajar umum – biasanya terkait kemampuan intelektual di bawah rata-rata dan memengaruhi banyak area otak.
  • Kesulitan belajar spesifik – di mana potensi kecerdasan anak normal, namun ada gangguan pada area otak yang memproses bahasa.

Nah, disleksia termasuk dalam kategori kesulitan belajar spesifik ini.

Anak dengan disleksia mengalami hambatan dalam membaca, menulis, dan mengeja karena adanya defisit pada komponen fonologis. Kadang huruf tertukar, kata terbalik, atau tulisan hilang sebagian—bukan karena malas, melainkan karena proses otak yang berbeda.

Disleksia itu neurologis dan sering kali bersifat genetik. Tidak bisa disembuhkan, tapi bisa dikelola dengan pendekatan yang tepat,” jelas Miss Nurul.

Beliau juga memaparkan karakteristik umum disleksia, di antaranya:

  • Mudah lupa dan kehilangan barang (short term memory rendah),
  • Sulit mengingat urutan hari, huruf, atau angka,
  • Koordinasi gerak kurang baik (mudah menabrak benda),
  • Kesulitan memahami rima atau kata yang mirip bunyi.

Tak jarang, anak disleksia juga memiliki komorbid, seperti disgrafia (kesulitan menulis), diskalkulia (kesulitan berhitung), atau anxiety disorder (kecemasan).

Miss Nurul menutup materinya dengan pesan menyentuh:

“Jika kita bertemu anak dengan tanda-tanda disleksia, jangan langsung menilai mereka ‘lamban’. Bisa jadi, mereka hanya butuh cara belajar yang berbeda—dan guru yang lebih sabar memahami.”

Sesi Kedua: Bertumbuh Bersama Growth Mindset

Setelah menyelami dunia disleksia, giliran Bu Yayuk Fitriani berbagi inspirasi tentang pentingnya memiliki Pola Pikir Bertumbuh (Growth Mindset).

Ia mengajak rekan-rekan guru untuk merefleksikan:

Apakah kita sudah percaya bahwa kemampuan bisa berkembang, atau masih terjebak pada mindset ‘sudah dari sananya’?”

Menurutnya, guru dengan growth mindset akan terus mencari cara agar siswanya bisa berhasil, meski dengan tantangan yang berbeda-beda.
Guru seperti ini melihat kesalahan bukan sebagai kegagalan, melainkan kesempatan untuk belajar.

Dengan growth mindset, kita belajar untuk tidak membandingkan anak, tapi memfasilitasi agar tiap anak menemukan cara belajarnya sendiri,” tambahnya.

Materi ini menjadi pelengkap sempurna setelah sesi disleksia, karena keduanya mengajak guru untuk berempati, reflektif, dan adaptif terhadap kebutuhan setiap anak.

Kombel Telaga Ilmu: Ruang Bertumbuh untuk Para Pendidik

Kegiatan hari itu bukan sekadar berbagi teori. Ada tawa, diskusi, bahkan momen haru saat guru-guru menyadari bahwa memahami anak berarti juga menumbuhkan diri sendiri.

Bunda Vivi Psikolog dan Bu Ni’mah yang hadir pada kesempatan tersebut juga menambahkan wejangan dan informasi terkait materi yang disampaikan oleh kedua narasumber. Hal tersebut semakin mengobarkan nyala semangat di hati kecil para guru.

Dari ruang perpustakaan dan laboratorium komputer sore itu, lahir semangat besar:

menjadi pendidik yang berempati, terus belajar, dan tak berhenti bertumbuh.

SD Islam Bintang Juara membuktikan, bahwa pendidikan sejati dimulai dari guru yang tak pernah berhenti belajar.***(CM-MRT)