Pada hari kedua Program Sekolah Pengasuhan Anak (PSPA), Ahad, 17 November 2024, di Hotel Candi Convention Semarang, peserta diberikan pemahaman mendalam tentang Karunia Konsistensi dalam pengasuhan. Materi ini menekankan bahwa konsistensi adalah elemen vital yang harus dimiliki orang tua untuk menerapkan batasan, menularkan pengaruh baik, dan membangun kepercayaan anak kepada orang tua.
Contents
Karunia Konsistensi: Pilar Utama Pengasuhan
Konsistensi dalam pengasuhan berarti keselarasan antara ucapan dan tindakan yang diterapkan secara berulang. Ketika orang tua konsisten dalam menerapkan batasan—misalnya menetapkan aturan waktu tidur atau penggunaan gadget—anak akan belajar memahami dan menghormati aturan tersebut. Lebih penting lagi, konsistensi memberikan rasa aman karena anak tahu apa yang diharapkan dari mereka.
Namun, tantangan terbesar yang dihadapi sebagian besar orang tua saat ini adalah perbedaan antara tegas dan keras. Banyak orang tua tanpa sadar menerapkan pola asuh yang keras tetapi lembek—keras dalam bicara, namun tidak menindaklanjuti dengan batasan dan konsekuensi yang jelas. Ini berpotensi membingungkan anak dan melemahkan otoritas orang tua.
Sebaliknya, tegas berarti bersikap lembut namun tetap konsisten dalam menegakkan aturan. Tegas bukanlah sinonim dari kasar, melainkan kemampuan untuk memberikan arahan yang jelas, mendengarkan dengan penuh perhatian, dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan kepada anak.
Menjadi Orang Tua Tegas, Bukan Keras
Untuk melatih konsistensi, Ayah Bunda perlu menjadi sosok yang tegas namun lembut. PR (pekerjaan rumah) dari Abah dalam modul ini menekankan komitmen untuk menjadi orang tua yang:
- Tegas, bukan kasar: Menyampaikan aturan dengan nada yang tenang dan bahasa yang jelas tanpa kekerasan verbal maupun fisik.
- Lembut, bukan lembek: Memberikan kasih sayang, namun tetap berpegang teguh pada batasan yang sudah ditetapkan.
Ayah Bunda juga diminta untuk membiasakan diri berbicara sedikit namun bertindak lebih banyak. Ketika anak melanggar aturan atau bersikap berlebihan, respon terbaik bukanlah dengan banyak bicara, melainkan dengan memberikan konsekuensi logis yang telah disepakati sebelumnya.
Misalnya, jika anak tidak membereskan mainan setelah bermain, orang tua tidak perlu mengomel panjang lebar. Cukup katakan, “Mainan ini akan disimpan selama sehari karena kamu tidak merapikannya,” lalu laksanakan konsekuensi tersebut dengan tenang. Pendekatan ini mengajarkan anak untuk memahami sebab-akibat dan belajar bertanggung jawab atas tindakannya.
Manfaat Jangka Panjang Konsistensi
Konsistensi memberikan banyak manfaat jangka panjang, baik bagi anak maupun orang tua. Anak akan tumbuh menjadi individu yang percaya diri, disiplin, dan mampu membuat keputusan berdasarkan nilai-nilai yang telah ditanamkan sejak dini. Selain itu, hubungan antara orang tua dan anak menjadi lebih harmonis karena anak merasa dipercaya dan dihormati.
Sebaliknya, inkonsistensi dapat memicu ketidakpercayaan dan kebingungan pada anak. Mereka mungkin merasa aturan yang diterapkan tidak adil atau tidak relevan, sehingga memilih untuk memberontak atau mengabaikan arahan orang tua.
Komitmen Mulai Hari Ini
Melalui modul ketiga ini pada PSPA hari kedua, Ayah Bunda diajak untuk mulai melatih diri menjadi teladan yang konsisten. Komitmen “Insya Allah mulai hari ini saya bersungguh-sungguh melatih diri untuk menjadi orang tua yang TEGAS bukan KASAR, dan LEMBUT bukan LEMBEK” adalah langkah awal menuju pengasuhan yang lebih efektif. Dengan menciptakan batasan yang jelas dan menegakkan konsekuensi yang adil, orang tua tidak hanya membantu anak berkembang, tetapi juga memperkuat hubungan yang penuh kepercayaan dan kasih sayang.
Konsistensi adalah karunia yang, jika dilatih dengan kesungguhan, akan membawa perubahan besar dalam kehidupan keluarga. Mari bersama melangkah menjadi orang tua yang lebih baik, demi masa depan anak-anak yang cemerlang. Selamat mempraktikkan Program 1821 dan juga batasan yang jelas pada anak, Ayah Bunda.***(CM-MRT)